#

Tentang

Tentang Hutan Kampus

Kebutuhan dan tuntutan akan ketersediaan akan area hijau melalui konsep kota hijau menuntun pada tren fasilitas hutan kota di setiap Negara pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya. Sehingga, dari tingkatan dan kelembagaan berupaya menyediakan fasilitas ini di lokasi miliknya. Salah satu yang merasa perlu memiliki lokasi hutan adalah Perguruan Tinggi di mana kampus adalah lokasi utama aktivitas dari warga universitas yang dikenal dengan istilah hutan kampus.

Manajemen kampus dalam prosesnya menyediakan dan merawat serta meningkatkan luasan hutan kampus mengerahkan perangkat kampus agar tercipta hutan kampus yang memadai atau setidaknya sesuai dengan syarat minimal ketersediaannya. Akan tetapi, manajemen tersebut biasanya bergerak mandiri. Maksudnya adalah, manajemen kampus bertindak sebagai penyedia dan warga kampus (mahasiswa dan dosen) dianggap sebagai konsumen. Sehingga peran serta warga kampus ini menjadi terlihat. Di sisi lain, terkadang terdapat beberapa komentar dari pihak mahasiswa bahwa kampus terkesan tertutup dan tidak melibatkan mahasiswanya dalam aktivitas manajemen kampus.
Kenapa harus mahasiswa? Pertanyaan tersebut pasti muncul di benak minimal salah salah satu pembaca. Terdapat dua konsep pemikiran berdasarkan yang umum terjadi. Konsep pertama, mahasiswa memiliki energy terbesar dalam beraktivitas dibandingkan dengan tingkatan lain. Konsep kedua, peran dan keterlibatan mahasiswa dalam kampus tempatnya menuntut ilmu baik sebagai konsumen maupun sebagai bagian dari kampus. Hal ini beruhubungan dengan hak dan kewajiban sebagai mahasiswa.

Konsep pertama, mahasiswa adalah masa dimana energy dan keinginan untuk diakui dan beraktivitas sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan mulai munculnya rasa memiliki jati diri. Sehingga perlu diarahkan kemana energy tersebut mengalir. Ketika energy tersebut dialirkan kea rah yang tepat, maka potensi sebenarnya dari mahasiwa yang seharusnya tidak direduksi tetapi di maksimalkan akan sangat menguntungkan berbagai pihak terutama mahasiswa itu sendiri. Di mana, hasilnya pun dapat terlihat lebih maksimal karena semangat mahasiwa yang memiliki energy untuk berkegiatan dan menghasilkan karya.

Konsep kedua, selama ini, banyak tuntutan mahasiwa yang mengatasnamakan keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas dan pengelolaan kampus. Keterlibatan tersebut sebenarnya adalah hak dan kewajiban mahasiswa dalam statusnya sebagai bagian dari suatu kampus. Oleh karena itu, seyogyanya ada bagian dari lingkungan kampus yang menjadi tanggungan dari mahasiswa selain gedung mahasiswa (dikenal dengan istilah “sekre”). Sehigga dapat terjalin hubungan baik antara mahasiswa dengan perangkat kampus. Selain itu, mahasiswa akan lebih mendapatkan kepercayaan dan pengalaman dalam hal pengelolaan.

Berkaitan hutan kampus, kedua konsep tersebut menjadi dasar “hibah” lahan untuk dikelola oleh mahasiwa agar dapat dimanfaatkan sebagai hutan kampus. Dengan sistem masa kelola selama berstatus mahasiswa, dan status hak dan kewajiban 1 pohon untuk dirawat hingga dewasa. Tentunya tidak semua mahasiswa memiliki hak kelola, agar didapatkan lahan yang memiliki potensi tinggi sebagai penyumbang oksigen terbaik di lingkungan kampus. Misalnya, seleksi atau pemilihan mahasiswa yang memiliki potensi dan minat tinggi terhadap lingkungan hijau. Sehingga, pelaksanaannya dapat berjalan maksimal.

Dari mahasiswa untuk mahasiswa adalah dasar yang ditawarkan dari konsep hutan mahasiswa ini. Agar terciptanya rasa memiliki dan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan sikap negatif terhadap lingkungan yang dimulai dari tingkat pendidikan tinggi. Sehingga dapat menciptakan lulusan yang berkontribusi tinggi terhadap pelestarian lingkungan hidup.